Masyarakat Rempang Tolak Digusur dari Tanah Leluhur


SAPURATA- Kerusuhan pada 7 September 2023 antara aparat gabungan TNI, Polri, Badan Pengusahaan Batam, dan Satpol PP di Rempang, Kepulauan Riau dengan warga setempat menimbulkan kericuhan sehingga banyak korban, termasuk anak-anak. Pasalnya, gabungan aparat tersebut menggunakan gas air mata dan water cannon untuk meredakan konflik.

Bentrok bermula ketika terjadi pengukuran lahan yang akan digunakan untuk pengembangan sektor industri, perdagangan, dan pariwisata yang terintegrasi oleh BP Batam di daerah itu. Warga yang mendiami tiga wilayah meliputi pulau Rempang, pulau Galang, dan pulau Galang Baru harus direlokasi. 

Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha ini telah menyiapkan lahan baru untuk relokasi warga yang mampu menampung warga sekitar 7.000 – 10.000 jiwa. Namun saat petugas mendatangi lokasi, warga Rempang meyakini bahwa lahan tersebut adalah bagian dari dalam kampung adat Melayu sehingga mereka menolak penggusuran.

Penolakan tersebut mengakibatkan cekcok antara warga Rempang dan aparat. Diduga sulit mengkondisikan warga, aparat menembakkan gas air mata kepada warga. Akibatnya, tak hanya demonstrans saja yang terkena gas air mata, tapi juga anak-anak di wilayah sekitar juga terkena imbas gas air mata yang terbawa angin. Kebanyakan mereka mengalami luka hingga pingsan. Selain itu juga ada beberapa warga rempang yang diamankan oleh pihak kepolisian saat kerusuhan. 

Sebagai Informasi, Pulau Rempang Terdapat 45 titik Kampung Tua. Membaca catatan sejarah Traktat London 1824, keberadaan Kampung Tua di Batam dan sekitarnya sudah berlangsung lebih dari 188 tahun lalu, seiring dengan kejayaan Kerajaan Lingga, Kerajaan Riau, Kerajaan Johor, dan Kerajaan Pahang Malaya. 

Traktat London 1824 telah memisahkan Kerajaan Lingga dan Kerajaan Riau masuk sebagai jajahan Belanda, sementara Johor dan Pahang Malaya masuk jajahan Inggris. Pada dasarnya, masyarkat pulau Rempang tidak menolak investasi didaerahnya namun masyarakat menolak realokasi atau digusur dari tanah leluhur karena sudah ditempati sejak ratusan tahun yang lalu secara turun temurun.

Penceramah asal Riau, Ustadz Abdul Somad (UAS) juga menyuarakan solidaritas dan pembelaannya kepada warga 16 Kampung Tua Pulau Rempang, Batam. UAS menegaskan warga tidak menolak investasi namun menolak untuk direlokasi dari 16 Kampung Tua yang sudah ada sejak tahun 1700-an. "Warga Rempang tidak menolak masuknya investasi jika memang negara membutuhkan investasi tersebut, mereka hanya menolak DIGUSUR dari tanah leluhurnya," tulis Ustadz Abdul Somad di postingan instagramnya.